Wednesday, July 17, 2013

Pemilu dengan Golput

Pemilu. Pemilihan umum. Pesta demokrasi berujung untuk memilih siapa untuk duduk di gedung dewan senayan atau istana negara.

Pemilu yang menjelang di tahun depan adalah pesta demokrasi keempat dalam era reformasi.

Pertanyaan muncul, ditengah kegaduhan dan kegalauan reformasi hingga kini, apakah pemilu masih perlu atau tepatnya pantas diselenggarakan? Mudah dijawab. Ya. Perlu! Apapun tesis dan anti-tesisnya.

Hanya saja pemilu kedepan juga tidak progresif apalagi radikal. Mengingat suara-suara para 'golput' yang 'malas' menentukan pilihannya tidak dapat tersalurkan dengan baik.

Seharusnya di surat suara perlu ada petak coblosan untuk memilih untuk tidak memilih salah satu partai, calon anggota dewan dan pasangan cawapres manapun.

Suara golput selanjutnya, dapat dianggap sebagai suara non-blok, siapapun yang menang dan terpilih secara sah, mari kita dukung sepenuhnya, selama 'lurus' dalam memimpin dan menentukan kebijakan.

Suara golput juga tidak dapat dibeli dan diperjualbelikan. Namun bisa dianggap menjadi kekuatan pemersatu. Sehingga harus diakui, dihitung dan dilindungi undang-undang!


Tuesday, October 11, 2011

SALUT: Mewujudkan Kebersahajaan dan Kebijaksanaan

Berbagai upaya untuk memperluas skala dan dampak penyadartahuan masyarakat-luas terhadap pentingnya menjaga kesehatan laut dan sejumlah ekosistem kunci yang melekat padanya haruslah tetap berjalan. Adalah niscaya bahwa waktu terus berjalan dan semangat-semangat baru muncul meski sementara sebagian atau bahkan hampir semua semangat lama mulai redup.

Untuk itu "energizing" perlu dilakukan oleh semangat baru untuk membangkitkan kembali nostalgia mimpi yang sebenarnya belum lama berlalu. Bersih pantai, pemantauan terumbu karang, diskusi dengan nelayan dan para panglima laot, membangun semangat berjejaring, berfikir terbuka dan progresif hingga pada keharusan untuk bertindak realistis juga telah terlalui, meski pada kegiatan dan kondisi itu kita masih perlu tetap membiasakan diri.

Berbagai peluang mulai terbuka, meski tantangan kedepan makinlah berat. Menyiasati dan mencerdasi setiap perkembangan adalah vital untuk survival. Daya tahan adalah lebih penting daripada daya terjang, karena kita tidak hanya cari menang, tetapi lebih dari itu, kita mencari dan mewujudkan kebersahajaan dan kebijaksanaan.

Wahai para Sahabat Laut (SALUT)... (terus) tergerak... bergeraklah !!!

Wednesday, May 4, 2011

Sambel Fest

sambel fest by EngageMedia.org
sambel fest, a photo by EngageMedia.org on Flickr.

EngageMedia mengadakan perkemahan distribusi video dengan 43 aktivis video dari tanggal 16 Juni hingga 20 Juni 2010. Partisipan datang dari Indonesia, Malaysia, dan Timor Leste.

Perkemahan diadakan di daerah Baung, dekat Malang, Jawa Timur, dan menghadirkan berbagai kelompok dan individu kebudayaan untuk berdiskusi, berbagi keahlian, dan berkolaborasi seputar distribusi video digital.

Program yang diselenggarakan seperti presentasi proyek terkini, kampanye dan strategi distribusi, workshop kompresi dan mengunggah video, diskusi mengenai distribusi independen dan lisensi, penayangan video, serta festival membuat sambel.

Tujuan utama pertemuan tersebut:

menciptakan ruang berbagi karya terkini dari para aktivis video di bidang distribusi maupun produksi;

membangun jaringan pembuat video dan proyek video online di kawasan ini agar di masa depan bisa saling bekerjasama;

meningkatkan kemampuan para aktivis video di kawasan ini dalam distribusi online;

membangun dan mendiskusikan berbagai taktik kampanye video online;

meningkatkan menyerapan dan kolaborasi di sekitar alat-alat distribusi video online;

mengeksplorasi berbagai masalah seputar creative commons sebagai solusi di tingkatan lokal;

If you have any questions about the event please contact: alexandra@engagemedia.org

Via Flickr:
by Donny Hendrawan

Wednesday, April 27, 2011

'Membirukan' Aksi Karena Kita Peduli

Ini bukan untuk ajakan kampanye politik praktis. Ini tentang panggilan untuk menyadarkan diri kita sendiri kemudian bersama membangun kesadaran dan aksi kolektif untuk memulihkan (kondisi), menjaga dan mencintai laut.

Sudah banyak yang bayangkan dan bincangkan tentang isu pencemaran laut baik karena limbah dan sampah. Tumpahan minyak dan buangan plastik bekas kemasan makanan-ringan yang kita konsumsi.

Laut kita satu terhampar luas menyatukan kita di bumi kita yang satu... si planet biru.

Adakah kita terpanggil untuk kebersamaan ini?!

Menanti dan Menuju OCABA 2011.

Saleum Juang!

Saturday, January 15, 2011

Lahan Basah vs 'Lahan Basah'

Cakupan lahan basah sangat luas, baik yang alami seperti: kawasan mata air, danau, sungai, laguna, gambut, mangrove, gambut, lamun dan terumbu karang; maupun yang buatan, seperti kolam, tambak, sawah dan waduk. Keberadaannya bisa saja berada di latidute maupun altitude manapun. Dari yang berasa hambar, payau hingga asin.

Jelas yang in terkait lahan basah lebih dari 5 dekade ini adalah mangrove, gambut dan terumbu karang. Ketiganya menyimpan keanekaragaman hayati dan nilai jasa lingkungan (environmental services) yang tinggi. Bahkan gambut 'diamini' sebagai penyimpan, penyerap sekaligus pelepas karbon yang semakin countable. Meski demikian, menyoal endemisme spesies (jenis), danau-danau alami yang masih ada (baca: belum mengering), tidak bisa diremehkan.

Berita buruknya, semua jenis lahan basah alami begitu tak berdaya dengan eksploitasi berlebih dan pembumihangusan. Realita ini menandakan bahwa nilai biodiversity dan jasa lingkungan yang melekat pada 'lahan basah' masih dipandang sebelah mata, atau digadaikan untuk kepentingan lain karena dikategorikan sebagai lahan nganggur tak berguna.

Semakin kontras, lahan basah telah menjadi 'lahan basah' lain, di bumi yang sama, untuk kepentingan pengurasan sumberdaya kayu alam, penguasaan lahan dan ekpansi perkebunan skala besar oleh penguasa korup dan pemodal rakus.

Apa yang bisa dilakukan?!

Selamatkan yang tersisa. Silakan jadi penguasa yang adil dan pemodal yang bijak. Berdoa!

Sunday, December 5, 2010

Indonesia, Kopenhagen ke Cancun, Lain di Aceh

Pertemuan dan perdebatan iklim semakin santer terdengar dan terus menyedot perhatian masyarakat dunia, tak (mau) ketinggalan Indonesia.

Setelah 'berhasil' menggelar MOP3 sekaligus COP13 yang menghasilkan 'Bali Roadmap' termasuk Bali Action Plan (BAP) di Bali Desember 2007, Indonesia semakin berambisi untuk menjadi salah satu negara di jajaran depan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Entah sadar atau ingin sekalian basah, dalam jamaah COP15 yang dilaksanakan Desember 2009 di Copenhagen, SBY tak segan sesumbar bahwa Indonesia pada tahun 2020 dengan swadaya sendiri akan menurunkan sebesar 26% buangan GRK atau bahkan hingga 41% bila mendapatkan 'suntikan' asing.

Jelas bisa dikatakan pertemuan Copenhagen nyaris tidak menghasilkan apa-apa selain "Copenhagen Accord" yang terkesan dipaksakan. Selebih itu mengecewakan banyak pihak. Akan tetapi bisa dipastikan, COP15 adalah momentum emas Indonesia dengan memainkan politik 'iklim' yang paling narsis.

Sikap dan kiprah Pemerintah Indonesia era SBY yang lebih akomodatif untuk semua pihak dalam setiap pertemuan negoisasi, jelas menggambarkan cara cerdas Indonesia dalam urusan memperoleh dan mengelola dana kompensasi iklim bahkan dengan status dan model (baca: mekanisme) apapun, termasuk penghapusan hutang (debt swap).

Buah 'strategi' Indonesia dalam percaturan iklim global satu persatu berwujud. Sebut saja target politik iklim Norwegia yang mengarah untuk Indonesia. Sebesar 1 milyar USD dijanjikan dari negara monarki konstitusional tersebut untuk Indonesia. Info selengkapnya Anda bisa tanya Om Google.

Di Cancun (COP16), Indonesia semakin sesumbar. Konferensi Iklim tingkat dunia yang digelar 29 November s.d. 10 Desember 2010 lalu semakin menempatkan Indonesia sebagai negara berkembang yang paling optimis sekaligus opportunis. Optimis dalam hal bahwa di Cancun akan menghasilkan sesuatu yang signifikan, termasuk 'menekan' Amerika (US). Opportunis mengingat disela-sela pertemuan hangat tersebut Indonesia terus melakukan lobby kerjasama dengan sejumlah negara, sebut saja Jepang terkait pengelolaan limbah B3, Korea (selatan) dalam hal Adaptasi Perubahan Iklim, dan juga Swiss dengan 'bualan' REDD.

Bagaimana Aceh dengan "Aceh Green"-nya? Masih dipandang gemerlap meski kenyataannya tetap gelap. Cara canggih mencari uang, seperti ungkapan Irwandi belum berbuah. Jelas ada perbedaan nilai tawar dan kualitas antara Gubernur dan Presiden. Kalau sang Gubernur tidak pernah ikhlas bekerja sebagai layaknya seorang Keuhcik dan berfikir dan berwawasan luas seperti layaknya seorang Presiden. Maka balada "Aceh Green" benar-benar akan menjadi dongeng.

Aceh akan selalu lain memang. Tapi bisakah lain itu sesuatu yang membanggakan dan memenangkan kepentingan umum rakyat aceh, bukan untuk para kanibal ?! Sebaiknya Irwandi ataupun penerusnya kelak, harus segera ambil bijak.

Thursday, December 2, 2010

Kemerdekaan Lhok

Di Aceh kekinian, bicara lhok adalah berdiskusi seputar nelayan nanggroe dan serba-serbinya. Dari nostalgia masa lalu, 'kemunduran' hari ini dan ketidaksenyuman masa depan. Begitu banyak ulasan, namun belum menuntaskan apa-apa, seperti mungkin nasib coretan ini nantinya.

Tapi barangkali sebuah slogan atau apapun ia akan disebut tidak salah untuk diadakan. Ia diharapkan mampu merenda lagi kerja-kerja terdahulu dan kini untuk bisa tersambung ke rencana hari esok. Sebuah harapan dan tujuan untuk diperjuangkan.

Izinkan "Kemerdekaan Lhok" berkumandang.

Saleum!

Saturday, September 19, 2009

WH Memburu Buta

Di Aceh, siapa yang tidak tahu apa WH. Wilayatul Hisbah, divisi pengawas pelanggaran syariah, dulunya dibawah Dinas Syariat Islam, sekarang malah digabungkan dengan Satpol Pamong Praja. Ada-ada saja Aceh!

Banyak cerita lucu tentang WH. Salah satunya adalah kisah berburu buta mereka di wilayah Ujong Pancu pada pertengahan Ramadhan 1430H. Ntah dapat kabar dari mana, mereka nyelonong masuk tanpa izin dan "Assalamu'alaikum" kedalam perkarangan sebuah area yang tak lain saban hari-kerja saya kunjungi.

Beragam alasan "pengrebekan" pun disampaikan, ada informasi ini itu dan macam lainnya. Mereka pikir ini tempat apa, pamplet organisasi begitu besar kok tidak terbaca. Akhirnya karena tidak mendapatkan delik yang mereka sangkakan dan setelah mendapat counter-opini dari salah seorang warga setempat, mereka akhirnya kalah malu dan mundur teratur.

Wah! Sayang sekali WH kalau tidak pernah berbenah... sangat menyedihkan kalau mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak dilapangan! Tidak jelas tujuan dan maksud. Inikah potret penegak Syariah di Aceh?!

Kita perlu "Revolusi" agar Syariah Islam di Aceh menemukan wajah yang lebih bermartabat, berkeadilan, humanis dan universal. Let's see!

Sunday, September 6, 2009

Apa Macam "Investasi Hijau" ?!

Sebuah diskusi paling anyar yang saya seriusi adalah terkait "Investasi Hijau". Adalah sebuah lembaga Internasional berlabel Nasional, WWF-Indonesia yang menjadi penggagas. Diskusi ini diadakan di Hotel termegah di Banda Aceh pada 4 September 2009 yang lalu guna membahas sebuah Panduan Umum "Investasi Hijau" dibidang Perikanan dan Kelautan di NAD (baca: Aceh). Dokumen yang disusun secara serius sejak awal 2009 ini mulai berwujud meskipun masih dipertanyakan keampuhannya.

Sebuah feedback menarik datang dari Perwakilan Panglima Laot Lhok Peukan Bada Aceh Besar, Burhanuddin, lebih dikenal dengan panggilan "Keuchik Din", tinggal di Gampong Lamteungoh, yang juga baru saja saya kenal lewat seorang teman. Beliau secara eksplisit menolak "Investasi Hijau". Menurutnya itu sama saja memberikan ruang untuk memperluas penghancuran laut sekaligus menyingkirkan nelayan-nelayan kecil di Aceh. Argumentasi yang cukup memadai memang, karena "bahasa yang dipakai" dari dokumen tersebut masih memberikan pemaknaan yang tidak konkrit. Keberpihakan terhadap masyarakat pesisir dan nelayan belum tuntas dan tegas disuarakan.

Namun bukan aktifis NGO memang bila tidak dapat memberikan pernyataan-pernyataan persuasif dan progresif. Toh memang apa yang menjadi penjelasan seorang Dede Suhendra (WWF) merupakan sebuah ukuran normatif yang patut menjadi pemikiran kita bersama. Walhasil, semua memiliki kesepahaman yang kurang lebih sama bahwa Panduan ini menjadi strategis adanya.

Saya sendiri memandang bahwa, kendatipun tidak ada sesuatu yang "baru" dari dokumen ini, namun yang jelas benderang terlihat bahwa Panduan ini memberikan sebuah "cara" yang baru bagaimana kita dapat mencari jalan kompromi untuk semuak pihak. Selebihnya, saya melihat Panduan ini selayaknya harus dimaknai sebagai "Dokumen Advokasi" untuk mendorong pengelolaan pesisir dan laut Aceh secara berkeadilan dan berkelanjutan; sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari penyusunannya.

Bila begitu, lantas bagaimana kita memaknai "Investasi Hijau". Menurut hemat saya Investasi Hijau sekurang-kurangnya harus bermakna pada sebuah Investasi yang memberdayakan masyarakat-lokal sebagai pelopor dan pelaku utama dalam konservasi sumberdaya alam. Konservasi yang saya maksudkan disini adalah pengelolaan yang berkelanjutan; melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan. Paham lah kita itu kemana arah yang sebenarnya ingin diwujudkan !!!

Sunday, July 5, 2009

Indonesia Menolak !!!

Tahun ini, 2009, semua mimpi 'dinyatakan', janji-janji ditebarkan bahkan 'diterorkan'. "Masa Depan Indonesia di 'Tangan' Anda" itu yang sering didendangkan. Sesi ke-2 pemilu Indonesia di Tahun ini adalah Pilpres. Delapan Juli adalah yang dinanti para 'pemimpi', 'pemangsa', 'penggila', 'pengumbar' dan 'calo-calo' politik, benarkah mereka 'benar' menang, atau tidak. Yang jelas hanya satu yang akan terpilih... namun sepertinya tidak ada pilihan dan tindakan yang paling jujur setelah itu selain "Indonesia Menolak" karena tidak ada salah satu dari 'pasangan'-pun yang benar-benar "cool" dan "low-profile" !!! :)